Jumat, 23 Desember 2011

Aku Tak Ingin Berpisah Denganmu

Wanita tua itu gundah. Hatinya galau. Kedatangan ‘Aisyah binti Abu Bakar menempati rumah kenabian mengusik naluri kewanitaannya. Apalagi tak lama kemudian Hafshah binti Umar, Zaenab binti Jahsyi dan Ummu Salamah juga ikut menempati griya dakwah itu. Saudah binti Zam’ah yang telah 3 tahun merasakan masa indah bersanding dengan Rasulullah saw, tidak ingin mendapatkan cinta yang tak utuh lagi. Ia ingin menjadi satu-satunya penghuni hati Rasulullah saw. Wanita mulia itu tak ingin kasih sayang Rasulullah saw terbagi. Ia mau menikmatinya sendiri, tanpa ada wanita lain.


          Kodrat kewanitaannya membuat dirinya khawatir akan terisisih dari sisi Rasulullah saw. Ia sadar dirinya telah tua, tak lagi mempesona. Tidak mungkin bagi dirinya bersaing dengan para istri Rasulullah saw yang lain. Karena itu saat bersanding dengan Rasulullah saw, ia berbisik,” Ya, Rasulallah, aku memang tak lagi memikatmu. Namun aku tak ingin berpisah denganmu. Tahanlah diriku. Aku hanya berharap Allah kelak akan membangkitkan diriku di hari kiamat sebagai istrimu.” Harapan wanita yang ikut hijrah ke Habasyah itu dikabulkan Allah SWT dengan menurunkan firmanNya: ” Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tak mengapa bagi keduanya mengadakan kesepakatan yang sebenar-benarnya dan kesepakatan itu lebih baik walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS An Nisa: 128)

          Setiap nilai Allah SWT pasti hanya akan membawa kebaikan bagi seluruh manusia bila diterapkan dengan baik, termasuk nilai-nilai berkeluarga. Di dalam Islam, keluarga adalah salah satu alat utama untuk berjumpa dengan Allah SWT di dalam surga. Karenanya, suami shalih dan istri shalihah adalah anugerah terindah bagi kita setelah iman dan taqwa. Kita bukan hanya diminta untuk tidak berpisah, namun bahkan kita diharapkan mampu mewujudkan keluarga yang berlevel asmara (as sakinah, mawadah war rahmah) yang kelak juga akan menjadi keluarga kita di surga.

          Sudah barang tentu hal tersebut tidak semudah membalik kedua belah telapak tangan kita. Saya, Anda dan pasangan kita masing-masing adalah manusia yang penuh dengan sifat kemanusiawian. Kita pasti mempunyai banyak kelemahan sebagaimana kita juga memiliki banyak kelebihan. Karena itu keluarga kita tidak mungkin suci dari permasalahan. Di dalam keluarga kita pasti ada problema. Kita tidak boleh menafikannya. Kita juga tidak boleh lari darinya. Kita harus menghadapi dan mengelolanya dengan baik.

          Setelah iman dan ibadah kepada-Nya, saling memahami dan komunikasi penuh cinta adalah sesuatu yang harus terus menerus kita bangun. Dengan demikian kita akan terbiasa bersikap terbuka, berpikir positif dan pro aktif. Hingga kalau suatu saat pasangan kita berbuat khilaf, kita terbiasa melihat sisi-sisi baiknya. Kalau suatu saat ia bersikap salah dengan cepat akan ada aliran maaf dari kita untuknya. Semoga Allah berkenan mengijinkan kita dan pasangan kita untuk bisa menjadi tetangga Rasulullah saw dan istri-istrinya di surga-Nya. Aamiin

By: Ustadz Hamy Wahjunianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar